Masjid Agung Kauman Semarang adalah sebuah masjid yang berada di Semarang.
Dahulu masjid ini bernama Masjid Agung Semarang sesuai dengan nama yang
tertulis di gerbang masjid dan tertulis di fasad depan masjid. Tulisan
dengan aksara arab cukup besar, namun masyarakat lebih mengenal masjid
ini dengan sebutan Masjid Besar Kauman Semarang. Masjid yang dibangun oleh Kiai Ageng Pandanaran pada awal abad ke 16 ini boleh jadi sekarang kalah pamornya dari Masjid Agung Jawa Tengah yang juga berlokasi di Semarang. Tetapi masjid yang berlokasi di dekat Pasar Johar ini memiliki kharisma dan kelegendaan tersendiri. Ini bisa dilihat dari tidak pernah sepinya masjid saat memasuki jam-jam shalat. Beragam etnis membaur menjadi satu di masjid ini untuk melaksanakan ibadah.
Bangunan Masjid Agung Kauman Semarang yang ada sekarang adalah bangunan yang
keempat, yang merupakan lanjutan dari masjid keadipatian sebelumnya.
Pertama kali masjid dibangun di kawasan Mugas, tetapi karena
penduduknya tidak berkembang masjid dipindahkan ke Bubakan yang
penduduknya lebih ramai sehubungan kawasan ini telah berkembang menjadi
kota pelabuhan. Secara keseluruhan masjid ini mencirikan bangunan tradisional
Jawa. Dengan atap limas besusun tiga yang mempunyai arti filosofi Iman,
Islam, dan Ikhsan. Bentuknya seperti bangunan Majapahit, disokong 36
pilar. Tajug paling bawah menaungi tempat ibadah, tajug kedua lebih
kecil, dan tajug tertinggi berbentuk limas. Limas tersebut berhias
mustika, sementara pintunya dari rangkaian daun waru. Semua tajug ini
ditopang kayu jati. Sebuah menara yang cukup tinggi juga sudah menjadi pelengkap bagi Masjid Agung Kauman Semarang ini.
Selain dikenal karena keindahan arsitekturnya, masjid ini juga dikenal dengan tradisi ramadhan.Ya, sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci ramadhan. Sepanjang sejarah, Masjid Kauman selalu ramai dikunjungi oleh umat
muslim dari berbagai penjuru, terutama para musafir yang berdagang di
Pasar Johar, Semarang. Selama bulan ramadhan usai sholat dzuhur, ratusan
umat muslim memadati serambi masjid, guna mengikuti fadillah atau
pengajian Al qur'an yang dipimpin oleh Kyai Haji Ahmad Naqib, seorang
ulama Semarang. Kemudian ada lagi kebiasaan lain yaitu buka bersama di serambi masjid yang hampir pasti selalu ramai oleh umat muslim yang akan berbuka puasa.